Iklan

Thursday, January 19, 2017

Manusia Menurut Agama Islam

Menurut ajaran Islam, manusia, dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai
beberapa ciri utamanya adalah:

1. Makhluk yang paling unik, djadikan dalam bentuk yang paling baik, ciptaan
Tuhan yang paling sempurna. Firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya”
(QS. At-Tin:4)

Karena itu pula keunikannya (kelainannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain) dapat
dilihat pada bentuk struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya,
mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui
tahap-tahap tertentu.

Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya,
ketergantungannya pada sesuatu, menunjukkan adanya kekuasaan yang berada diluar
manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah karena itu seyogyanya
menyadari kelemahannya. Kelemahan manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya
disebutkan Allah dalam Al-Qur’an, diantaranya adalah:

a. Melampaui batas (QS. Yunus:12)
b. Zalim (bengis, kejam, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, aniaya) dan
mengingkari karunia (pemberian) Allah (QS. Ibrahim: 34)
c. Tergesa-gesa (QS. Al-Isra’:11)
d. Suka membantah (QS. Al-Kahfi:54)
e. Berkeluh kesah dan kikir (QS. Al-Ma’arij:19-21)
f. Ingkar dan tidak berterima kasih (QS. Al-‘Adiyat: 6)

Namun untuk kepentingan dirinya manusia ia harus senantiasa berhubungan dengan
penciptanya, dengan sesama manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam
sekitarnya.

2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin
dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah
dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu
ditanyain Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an:

Artinya: “apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian? (para ruh itu
menjawab) “ya, kami akui (kami saksikan) Engkau adalah Tuhan kami”). (QS.
Al-A’raf:172)

3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur’an surat
Az-Zariyat:

Artinya: “tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-
Ku.” (QS. Az-Zariyat:56)

Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus
dan jalur umum. Pengabdian melalui jalur khusus dilaksanakan dengan
melakukan ibadah khusus yaitu segala upacara pengabdian langsung kepada Allah
yang syarat-syaratnya, cara-caranya (mungkin waktu dan tempatnya) telah
ditentukan oleh Allah sendiri sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya,
seperti ibadah shalat, zakat, saum dan haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat
diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang disebut amal
sholeh yaitu segala perbuatan positif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
masyarakat, dilandasi dengan niat ikhlas dan bertujuan untuk mencari keridaan
Allah.

4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu
dinyatakan Allah dalam firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan
bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.

Perkataan “menjadi khalifah” dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa
Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia
dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini (H.M.
Rasjidi, 1972:71)

Manusia yang mempunyai kedudukan sebagai khalifah (pemegang kekuasaan
Allah) di bumi itu bertugas memakmurkan bumi dan segala isinya.

Memakmurkan bumi artinya mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu
manusia wajib bekerja, beramal saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri,
masyarakat dan lingkungan hidupnya) serta menjaga keseimbangan dan bumi
yang di diaminya, sesuai dengan tuntunan yang diberikan Allah melalui agama.

5. Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau
kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada
Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia dapat
tidak dipercaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan
mengingkari-Nya, menjadi kafir. Karena itu di dalam Al-Qur’an ditegaskan oleh
Allah:

Artinya: “Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu.
Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang tidak
ingin beriman, biarlah ia kafir.” (QS. Al-kahfi: 29)

Dalam surat Al-Insan juga dijelaskan:

Artinya: “Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang lurus (kepada
manusia), ada manusia yang syukur, ada pula manusia yang kafir.” (QS. Al-
Insan:3)

6. Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini
dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an :

Artinya: “Setiap orang terikat (bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.”
(QS. At-Thur: 21)

7. Berakhlaq. Berakhlaq adalah ciri utama manusia dibanding mahkluk lain.
Artinya manusia adalah makhluk yang diberikan Allah kemampuan untuk
membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam islam kedudukan akhlaq sangat
penting, ia menjadi komponen ketiga dalam Islam. Kedudukan ini dapat dilihat
dalam sunah yang menyatakan bahwa beliau diutus hanyalah untuk
menyempurnakan akhlaq manusia yang mulia.

Dari ungkapan Al-Qur’an itu jelaslah bahwa manusia berasal dari zat yang sama
yaitu tanah. Pada kesempatan lain Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia
diciptakan dari air(mani) yang terpencar dari tulang sulbi(pinggang) dan tulang
dada (QS. At-Thariq: 6-7), begitu juga segala sesuatu (alam).

Dan dalam masa 40 hari mani yang telah terpadu, berangsur menjadi darah
segumpal. Untuk melihat contoh peralihan berangsur kejadian itu, dapatlah kita
memecahkan telur ayam yang sedang dierami induknya. Tempatnya aman dan
terjamin, panas seimbang dengan dingin, didalam rahim bunda kandung, itulah
“qararin makin”, tempat yang terjamin terpelihara.

Lepas 40 hari dalam bentuk segumpal air mani berpadu itu diapun bertukar rupa
menjadi segumpal darah. Ketika ibu telah hamil setengah bulan. Penggeligaan itu
sangat berpengaruh atas badan si ibu, pendingin, pemarah, berubah-ubah perangai,
kadang-kadang tak enak makan. Dan setelah 40 hari berubah darah, dia berangsur
membeku terus hingga jadi segumpal daging, membeku terus hingga berubah
sifatnya menjadi tulang. Dikelilingi tulang itu masih ada persediaan air yang
kelaknya menjadi daging untuk menyelimuti tulang-tulang itu.

Mulanya hanya sekumpul tulang, tetapi kian hari telah ada bentuk kepala, kaki dan
tangan dan seluruh tulang-tulang dalam badan. Kian lama kian diselimuti oleh
daging. Pada saat itu dianugerahkan kepadanya “ruh”, maka bernafaslah dia.
Dengan dihembuskan nafas pada sekumpulan tulang dan daging itu, berubahlah
sifatnya. Itulah calon yang akan menjadi manusia. (Dudung Abdullah; 1994: 3)
Tentang ruh (ciptaan-Nya) yang ditiupkan kedalam rahim wanita yang
mengandung embrio yang terbentuk dari saripati (zat) tanah itu, hanya sedikit
pengetahuan manusia, sedikitnya juga keterangan kepada para malaikat,
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang
berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalam ruh (ciptaan)Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan sujud(Al-Hijr(15): 28-29). Yang
dimaksud “dengan bersujud” dalam ayat ini bukanlah menyembah, tapi memberi
penghormatan.

Al-Qur’an tidak memberi penjelasan tentang sifat ruh. Tidak pula ada larangan
didalam Al-Qur’an untuk menyelidiki ruh yang ghaib itu, sebab penyelidikan
tentang ruh, mungkin berguna, mungkin pula tidak berguna. Dalam hubungan
dengan masalah ruh ini, Tuhan berfirman dalam surat Al-Isra’: 85

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah
(kepada mereka) bahwa ruh itu adalah urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi
pengetahuan kecuali hanya sedikit” (Mahmud Syalhut, 1980: 116)

Dari uraian singkat mengenai asal manusia itu dapatlah diketahui bahwa manusia,
menurut agama Islam, terdiri dari 2 unsur yaitu unsur materi dan unsur immateri.
Unsur materi adalah tubuh yang berasal dari air tanah. Unsur immateri adalah ruh
yang berasal dari alam ghaib. Proses kejadian manusia itu secara jelas disebutkan
dalam Al-Qur’an (dan Al-Hadits) yang telah dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah oleh Maurice Bucaile dalam bukunya Bibel, Qur’an dan Sains Modern
terjemahan H.M. Rasjidi (1978)

Al-Qur’an yang mengungkapkan proses kejadian manusia itu antara lain terdapat
didalam surat Al-Mu’minun ayat 12-14(sebagaimana dikutip pada halaman 25),
secara ringkas adalah :

1) Diciptakan dari saripati tanah (sulalatin min thin), lalu menjadi
2) Air mani (nutfhah disimpan dalam rahim), kemudian menjadi
3) Segumpal darah (alaqah), diproses
4) Kami jadikan menjadi segumpal daging (mudhghah)
5) Tulang belulang (‘idhaman)
6) Dibungkus dengan daging (rahman).
7) Makhluk yang (berbentuk) lain (janin?). (Q.S. Al-Mukminun; 12-14)
Ditiup roh (dari Allah) pada hari yang ke 120 usia kandungan
9) Lalu lahir sebagai bayi (Q.S. Al-Hajj; 5)
10) Dia jadikan pendengaran, penglihatan dan hati (Q.S. An-Nahl; 78)
11) Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua (pikun) (Q.S. Al-Hajj; 5)
12) Kemudian mati (Q.S. Almukminun; 15)
13) Dibangkit (dari kubur) di hari kiamat (Q.S. Al-Mukminun; 16)

Melalui sunahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia,
antara lain dalam hadits berbunyi sebagai berikut:

Artinya : “Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya
selama empat puluh hari sebagai muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah
(segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah
mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia
yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari ungkapan Al-Qur’an dan Al-Hadits yang dikutip diatas, kita dapat mengetahui
bahwa ketika masih berbentuk janin sampai berumur 4 bulan, embrio manusia belum
mempunyai ruh. Ruh itu ditiupkan kedalam janin setelah janin itu berumur 4 bulan (3 x
40 hari). Namun, dari teks atau nash itu dapat dipahami kalau orang mengatakan bahwa
kehidupan itu sudah ada sejak manusia berada dalam bentuk nuthfah (H.M. Rasjidi,
1984: 5).Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati,
sejarawan dan ahli sosiologi Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali,
mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia.
Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh
(ciptaan) Allah. Makna simbiolisnya adalah, manusia mempunyai 2 dimensi
(bidimensional) : dimensi ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk
lain hanya mempunyai satu dimensi saja (uni-dimensional).

Dalam pengertian simbiolis, lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan
yang tercemin pada dimensi kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki
manusia adalah dimensi keilahian yang tercemin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu.
Dimensi ini menunjuk pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah, mencapai asaluruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri.

Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat
yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan
rendah. Fungsi kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun
sebaliknya, kejurang hinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini,
terletak dalam kehendak bebas (free will)nya untuk menentukan arah hidupnya.
Hanya manusialah yang dapat menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan
keinginan dan kebutuhan fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak
patuh kepada hukum hukum Tuhan.

Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga, berwujud fisik dan ruh (ciptaan) Allah.
Sebagai makhluk illahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui 5 tahap, masing-masing
tahap tersebut “alam” yaitu :

1) Di alam ghaib (alam ruh atau arwah)
2) Di alam rahim
3) Di alam dunia (yang fana ini)
4) Di dalam barzakh dan
5) Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan
(ruh) manusia.

Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu, tahap kehidupan ketiga yakni tahap
kehidupan di dunia merupakan tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, taqwa,
amal dan sikap) nasib manusia dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan
keempatnya diakhirat nanti.

Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang manusia, bahkan manusia
adalah makhluk pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-
Alaq: 1-5). Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan
makhluk-makhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud: 3),
mempunyai kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang
kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43).

Manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk
memilih jalannya masing-masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; Al-Ihsan : 2-3)

Ia diberi kesadaran moral untuk memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai
dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams(91):7-8). Manusia
dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain (Q.S. Al-
Isra:70), diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tiin(95):4)

Namun disisi lain, manusia ini juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari
nikmat (Q.S. Ibrahim: 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj: 67) dan kelemahan
lain yang telah disebut didepan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak
berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu
menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke
tempat tercela.Al-Qur’an seperti telah disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia
diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan
kepadanya ruh ciptaan-Nya (Q.S. Sad: 71-72).

0 komentar:

Post a Comment