Menurut ajaran
Islam, manusia, dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai
beberapa ciri utamanya adalah:
1. Makhluk yang paling unik,
djadikan dalam bentuk yang paling baik, ciptaan
Tuhan yang paling sempurna.
Firman Allah:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah
menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya”
(QS. At-Tin:4)
Karena itu pula keunikannya
(kelainannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain) dapat
dilihat pada bentuk struktur
tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya,
mekanisme yang terjadi pada
setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui
tahap-tahap tertentu.
Hubungan timbal balik antara
manusia dengan lingkungan hidupnya,
ketergantungannya pada sesuatu,
menunjukkan adanya kekuasaan yang berada diluar
manusia itu sendiri. Manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah karena itu seyogyanya
menyadari kelemahannya. Kelemahan
manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya
disebutkan Allah dalam Al-Qur’an,
diantaranya adalah:
a. Melampaui batas (QS. Yunus:12)
b. Zalim (bengis, kejam, tidak
menaruh belas kasihan, tidak adil, aniaya) dan
mengingkari karunia (pemberian)
Allah (QS. Ibrahim: 34)
c. Tergesa-gesa (QS. Al-Isra’:11)
d. Suka membantah (QS.
Al-Kahfi:54)
e. Berkeluh kesah dan kikir (QS.
Al-Ma’arij:19-21)
f. Ingkar dan tidak berterima
kasih (QS. Al-‘Adiyat: 6)
Namun untuk kepentingan dirinya
manusia ia harus senantiasa berhubungan dengan
penciptanya, dengan sesama
manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam
sekitarnya.
2. Manusia memiliki potensi (daya
atau kemampuan yang mungkin
dikembangkan) beriman kepada
Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah
dipertemukan dengan jasad di
rahim ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu
ditanyain Allah, sebagaimana
tertera dalam Al-Qur’an:
Artinya: “apakah kalian mengakui
Aku sebagai Tuhan kalian? (para ruh itu
menjawab) “ya, kami akui (kami
saksikan) Engkau adalah Tuhan kami”). (QS.
Al-A’raf:172)
3. Manusia diciptakan Allah untuk
mengabdi kepada-Nya dalam Al-Qur’an surat
Az-Zariyat:
Artinya: “tidaklah Aku jadikan
jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-
Ku.” (QS. Az-Zariyat:56)
Mengabdi kepada Allah dapat
dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus
dan jalur umum. Pengabdian
melalui jalur khusus dilaksanakan dengan
melakukan ibadah khusus yaitu
segala upacara pengabdian langsung kepada Allah
yang syarat-syaratnya,
cara-caranya (mungkin waktu dan tempatnya) telah
ditentukan oleh Allah sendiri
sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya,
seperti ibadah shalat, zakat,
saum dan haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat
diwujudkan dengan melakukan
perbuatan-perbuatan baik yang disebut amal
sholeh yaitu segala perbuatan
positif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
masyarakat, dilandasi dengan niat
ikhlas dan bertujuan untuk mencari keridaan
Allah.
4. Manusia diciptakan Tuhan untuk
menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu
dinyatakan Allah dalam
firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan
bahwa Allah menciptakan manusia
untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.
Perkataan “menjadi khalifah”
dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa
Allah menjadikan manusia wakil
atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia
dengan jalan melaksanakan segala
yang diridhai-Nya di muka bumi ini (H.M.
Rasjidi, 1972:71)
Manusia yang mempunyai kedudukan
sebagai khalifah (pemegang kekuasaan
Allah) di bumi itu bertugas
memakmurkan bumi dan segala isinya.
Memakmurkan bumi artinya
mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu
manusia wajib bekerja, beramal
saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri,
masyarakat dan lingkungan
hidupnya) serta menjaga keseimbangan dan bumi
yang di diaminya, sesuai dengan
tuntunan yang diberikan Allah melalui agama.
5. Disamping akal, manusia
dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau
kehendak. Dengan akal dan
kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada
Allah, menjadi muslim. Tetapi
dengan akal dan kehendaknya juga manusia dapat
tidak dipercaya, tidak tunduk dan
tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan
mengingkari-Nya, menjadi kafir.
Karena itu di dalam Al-Qur’an ditegaskan oleh
Allah:
Artinya: “Dan katakan bahwa
kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu.
Barangsiapa yang mau beriman
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang tidak
ingin beriman, biarlah ia kafir.”
(QS. Al-kahfi: 29)
Dalam surat Al-Insan juga
dijelaskan:
Artinya: “Sesungguhnya kami telah
menunjukinya jalan yang lurus (kepada
manusia), ada manusia yang
syukur, ada pula manusia yang kafir.” (QS. Al-
Insan:3)
6. Secara individual manusia
bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini
dinyatakan oleh Allah dalam
Al-Qur’an :
Artinya: “Setiap orang terikat
(bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.”
(QS. At-Thur: 21)
7. Berakhlaq. Berakhlaq adalah
ciri utama manusia dibanding mahkluk lain.
Artinya manusia adalah makhluk
yang diberikan Allah kemampuan untuk
membedakan yang baik dengan yang
buruk. Dalam islam kedudukan akhlaq sangat
penting, ia menjadi komponen
ketiga dalam Islam. Kedudukan ini dapat dilihat
dalam sunah yang menyatakan bahwa
beliau diutus hanyalah untuk
menyempurnakan akhlaq manusia
yang mulia.
Dari ungkapan Al-Qur’an itu jelaslah
bahwa manusia berasal dari zat yang sama
yaitu tanah. Pada kesempatan lain
Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia
diciptakan dari air(mani) yang
terpencar dari tulang sulbi(pinggang) dan tulang
dada (QS. At-Thariq: 6-7), begitu
juga segala sesuatu (alam).
Dan dalam masa 40 hari mani yang
telah terpadu, berangsur menjadi darah
segumpal. Untuk melihat contoh
peralihan berangsur kejadian itu, dapatlah kita
memecahkan telur ayam yang sedang
dierami induknya. Tempatnya aman dan
terjamin, panas seimbang dengan
dingin, didalam rahim bunda kandung, itulah
“qararin makin”, tempat yang
terjamin terpelihara.
Lepas 40 hari dalam bentuk
segumpal air mani berpadu itu diapun bertukar rupa
menjadi segumpal darah. Ketika
ibu telah hamil setengah bulan. Penggeligaan itu
sangat berpengaruh atas badan si
ibu, pendingin, pemarah, berubah-ubah perangai,
kadang-kadang tak enak makan. Dan
setelah 40 hari berubah darah, dia berangsur
membeku terus hingga jadi
segumpal daging, membeku terus hingga berubah
sifatnya menjadi tulang.
Dikelilingi tulang itu masih ada persediaan air yang
kelaknya menjadi daging untuk
menyelimuti tulang-tulang itu.
Mulanya hanya sekumpul tulang,
tetapi kian hari telah ada bentuk kepala, kaki dan
tangan dan seluruh tulang-tulang
dalam badan. Kian lama kian diselimuti oleh
daging. Pada saat itu
dianugerahkan kepadanya “ruh”, maka bernafaslah dia.
Dengan dihembuskan nafas pada
sekumpulan tulang dan daging itu, berubahlah
sifatnya. Itulah calon yang akan
menjadi manusia. (Dudung Abdullah; 1994: 3)
Tentang ruh (ciptaan-Nya) yang
ditiupkan kedalam rahim wanita yang
mengandung embrio yang terbentuk
dari saripati (zat) tanah itu, hanya sedikit
pengetahuan manusia, sedikitnya
juga keterangan kepada para malaikat,
“Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang
berasal dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniupkan kedalam ruh (ciptaan)Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya
dengan sujud(Al-Hijr(15): 28-29). Yang
dimaksud “dengan bersujud” dalam
ayat ini bukanlah menyembah, tapi memberi
penghormatan.
Al-Qur’an tidak memberi
penjelasan tentang sifat ruh. Tidak pula ada larangan
didalam Al-Qur’an untuk
menyelidiki ruh yang ghaib itu, sebab penyelidikan
tentang ruh, mungkin berguna, mungkin
pula tidak berguna. Dalam hubungan
dengan masalah ruh ini, Tuhan
berfirman dalam surat Al-Isra’: 85
Artinya : “Mereka bertanya
kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah
(kepada mereka) bahwa ruh itu
adalah urusan Tuhanku dan kamu tidak diberi
pengetahuan kecuali hanya
sedikit” (Mahmud Syalhut, 1980: 116)
Dari uraian singkat mengenai asal
manusia itu dapatlah diketahui bahwa manusia,
menurut agama Islam, terdiri dari
2 unsur yaitu unsur materi dan unsur immateri.
Unsur materi adalah tubuh yang
berasal dari air tanah. Unsur immateri adalah ruh
yang berasal dari alam ghaib.
Proses kejadian manusia itu secara jelas disebutkan
dalam Al-Qur’an (dan Al-Hadits)
yang telah dibuktikan kebenarannya secara
ilmiah oleh Maurice Bucaile dalam
bukunya Bibel, Qur’an dan Sains Modern
terjemahan H.M. Rasjidi (1978)
Al-Qur’an yang mengungkapkan
proses kejadian manusia itu antara lain terdapat
didalam surat Al-Mu’minun ayat
12-14(sebagaimana dikutip pada halaman 25),
secara ringkas adalah :
1) Diciptakan dari saripati tanah
(sulalatin min thin), lalu menjadi
2) Air mani (nutfhah disimpan
dalam rahim), kemudian menjadi
3) Segumpal darah (alaqah),
diproses
4) Kami jadikan menjadi segumpal
daging (mudhghah)
5) Tulang belulang (‘idhaman)
6) Dibungkus dengan daging
(rahman).
7) Makhluk yang (berbentuk) lain
(janin?). (Q.S. Al-Mukminun; 12-14)
Ditiup roh (dari Allah) pada hari
yang ke 120 usia kandungan
9) Lalu lahir sebagai bayi (Q.S.
Al-Hajj; 5)
10) Dia jadikan pendengaran,
penglihatan dan hati (Q.S. An-Nahl; 78)
11) Tumbuh anak-anak, lalu
dewasa, tua (pikun) (Q.S. Al-Hajj; 5)
12) Kemudian mati (Q.S.
Almukminun; 15)
13) Dibangkit (dari kubur) di
hari kiamat (Q.S. Al-Mukminun; 16)
Melalui sunahnya, Nabi Muhammad
menjelaskan pula proses kejadian manusia,
antara lain dalam hadits berbunyi
sebagai berikut:
Artinya : “Sesungguhnya, setiap
manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya
selama empat puluh hari sebagai
muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah
(segumpal darah) selama itu pula
sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah
mengutus malaikat untuk meniupkan
ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia
yang berada dalam rahim itu (H.R.
Bukhari dan Muslim).
Dari ungkapan Al-Qur’an dan
Al-Hadits yang dikutip diatas, kita dapat mengetahui
bahwa ketika masih berbentuk
janin sampai berumur 4 bulan, embrio manusia belum
mempunyai ruh. Ruh itu ditiupkan
kedalam janin setelah janin itu berumur 4 bulan (3 x
40 hari). Namun, dari teks atau
nash itu dapat dipahami kalau orang mengatakan bahwa
kehidupan itu sudah ada sejak
manusia berada dalam bentuk nuthfah (H.M. Rasjidi,
1984: 5).Dari proses kejadian dan
asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati,
sejarawan dan ahli sosiologi
Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali,
mengemukakan pendapatnya berupa
interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia.
Menurut beliau ada simbolisme
dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh
(ciptaan) Allah. Makna
simbiolisnya adalah, manusia mempunyai 2 dimensi
(bidimensional) : dimensi
ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk
lain hanya mempunyai satu dimensi
saja (uni-dimensional).
Dalam pengertian simbiolis,
lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan
yang tercemin pada dimensi
kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki
manusia adalah dimensi keilahian
yang tercemin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu.
Dimensi ini menunjuk pada
kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah, mencapai asaluruh
(ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri.
Karena hakekat penciptaan inilah maka
manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat
yang tinggi, tetapi pada saat
yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan
rendah. Fungsi kebebasan manusia
untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun
sebaliknya, kejurang hinaan.
Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini,
terletak dalam kehendak bebas
(free will)nya untuk menentukan arah hidupnya.
Hanya manusialah yang dapat
menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan
keinginan dan kebutuhan
fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak
patuh kepada hukum hukum Tuhan.
Dari uraian tersebut diatas
dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang terdiri dari
jiwa dan raga, berwujud fisik dan ruh (ciptaan) Allah.
Sebagai makhluk illahi hidup dan
kehidupannya berjalan melalui 5 tahap, masing-masing
tahap tersebut “alam” yaitu :
1) Di alam ghaib (alam ruh atau
arwah)
2) Di alam rahim
3) Di alam dunia (yang fana ini)
4) Di dalam barzakh dan
5) Di alam akhirat (yang kekal =
abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan
(ruh) manusia.
Dari kelima tahapan kehidupan
manusia itu, tahap kehidupan ketiga yakni tahap
kehidupan di dunia merupakan
tahap kehidupan yang menentukan (melalui iman, taqwa,
amal dan sikap) nasib manusia
dalam tahap-tahap kehidupan selanjutnya (4 dan 5) dan
keempatnya diakhirat nanti.
Tidak sedikit ayat Al-Qur’an yang
berbicara tentang manusia, bahkan manusia
adalah makhluk pertama yang
disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S. Al-
Alaq: 1-5). Di satu sisi manusia
sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan
makhluk-makhluk lain, ia
mempunyai kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud: 3),
mempunyai kecenderungan untuk
dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang
kehadiran Tuhan yang terdapat
jauh di alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43).
Manusia diberi kebebasan dan
kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk
memilih jalannya masing-masing
(Q.S. Al-Ahzab: 72; Al-Ihsan : 2-3)
Ia diberi kesadaran moral untuk
memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai
dengan hati nuraninya atas
bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams(91):7-8). Manusia
dimuliakan Tuhan dan diberi
kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain (Q.S. Al-
Isra:70), diciptakan Tuhan dalam
bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tiin(95):4)
Namun disisi lain, manusia ini
juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari
nikmat (Q.S. Ibrahim: 34), sangat
banyak membantah (Q.S. Al-Hajj: 67) dan kelemahan
lain yang telah disebut didepan.
Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak
berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an
bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu
menunjukkan potensi manusiawi
untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke
tempat tercela.Al-Qur’an seperti
telah disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia
diciptakan dari tanah, kemudian
setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan
kepadanya ruh ciptaan-Nya (Q.S. Sad: 71-72).
0 komentar:
Post a Comment